Blog Guru Kimia

Menyajikan bahan ajar dan pembelajaran kimia.

Atom dan Bentuk Molekul

Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur. Bentuk molekul adalah gambaran susunan suatu atom-atom berdasarkan susunan pasangan elektron dalam atom atau molekul.

Termokimia

Termokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang panasa atau kalor dan berhubungan perpindahan kalor (reaksi eksoterm dan endoterm).

Saturday, May 30, 2020

FORUM DISKUSI TENTANG SIFAT-SIFAT KOLOID

Sebelumnya telah diposting di youtube tentang percobaan sifat-sifat koloid.
Cobalah Anda diskusikan mengenai hasil percobaan tersebut
1. Apa yang membedakan antara bahan kimia yang merupakan koloid dengan bukan koloid?

2. Apa yang menyebabkan susu mengalami koagulasi?

FORUM DISKUSI TENTANG KOLOID

Beberapa bahan yang makanan, kosmetik seperti lipstick, maskara, gel rambut, bahkan obat-obatan dan sabun dibuat dalam bentuk koloid, mengapa demikian?

Anda pasti tau deodoran khan? Deodoran salah satu jenis koloid. Menurut pendapat Anda, apa jenis koloid yang ada pada deodoran?

Berdasarkan hasil percobaan yang ada di video yang telah diposting di youtube, simpulkan perbedaan antara dispersi kasar, dispersi halus dan dispersi koloid

SISTEM KOLOID


PENGERTIAN SISTEM KOLOID

Apabila kita mencampurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan kita memperoleh arutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fasa (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10–9 m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen dan tidak kontinu, sehingga merupakan sistem dua fasa. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Selanjutnya, jika kita mencampurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat disaring (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra, ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel susu yang tersebar di dalam air. Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fasa.

Komponen Penyusun Koloid


Sistem koloid tersusun atas dua komponen, yaitu fasa terdispersi dan medium dispersi atau fasa pendispersi. Fasa terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air yang disebut di atas, fasa terdispersi adalah susu, sedangkan medium dispersi adalah air. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi disimpulkan dalam tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi

















Jenis-jenis Koloid

Telah kita ketahui bahwa sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi (medium dispersi). Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya. Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut sol. Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang mengandung fasa terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang mengandung fasa terdispersi gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa tidak ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair. Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang
tercantum pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis-jenis Koloid

Aerosol

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang
terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut
aerosol cair.
• Contoh aerosol padat: asap dan debu dalam udara.
• Contoh aerosol cair: kabut dan awan.
Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut (hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan
suatu bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan
adalah senyawa klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.

Gambar 1. Awan 

Gambar 2. Debu


Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol
banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri.
Contoh sol: air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, dan
cat.
Gambar 3. Cat Tembok

Gambar 4. Tinta Printer

Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal
ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.
• Contoh emulsi minyak dalam air (M/A): santan, susu, kosmetik pembersih wajah (milk cleanser) dan lateks.
• Contoh emulsi air dalam minyak (A/M): mentega, mayones, minyak bumi, dan minyak ikan.

Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayones.
    Gambar 5. Mayones

Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah atau mencegah buih, antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.

Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai,
gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.

Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan bahan-bahan kimia berbentuk koloid. Bahan-bahan kimia tersebut dibuat oleh industri. Mengapa harus koloid? Oleh karena koloid merupakan satu-satunya cara untuk menyajikan suatu campuran dari zat-zat yang tidak saling melarutkan secara “homogen” dan stabil (pada tingkat makroskopis atau tidak mudah rusak).

A. Industri Kosmetik
Bahan kosmetik, seperti foundation, pembersih wajah, sampo, pelembap badan, deodoran umumnya
berbentuk koloid yaitu emulsi.

B. Industri Tekstil
Pewarna tekstil berbentuk koloid karena mempunyai daya serap yang tinggi, sehingga dapat melekat pada tekstil.

C. Industri Farmasi
Banyak obat-obatan yang dikemas dalam bentuk koloid agar stabil atau tidak mudah rusak.

D. Industri Sabun dan Detergen
Sabun dan detergen merupakan emulgator untuk membentuk emulsi antara kotoran (minyak) dengan
air, sehingga sabun dan detergen dapat membersihkan  kotoran, terutama kotoran dari minyak.

E. Industri Makanan
Banyak makanan dikemas dalam bentuk koloid untuk kestabilan dalam jangka waktu cukup lama.

Penjelasan Lengkap tentang koloid dapat dilihat juga di video berikut





DAFTAR PUSTAKA
Crys Fajar Partana dan Antuni Wiyarsi. 2009. Mari Belajar Kimia 2 : Untuk SMA XI IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Emi Sulami dan Anis Dyah Rufaida. 2009. Buku Panduan Pendidik Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI. Klaten: PT Penerbit Intan Pariwara.
Qurniawati, Annik et al. 2018. Kimia Peminatan Matematika dan Ilmu Alam SMA/MA Kelas XI Semester 2. Klaten: PT Penerbit Intan Pariwara.
Utami, Budi et all. 2009. Kimia 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI, Program Ilmu Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

TITRASI ASAM BASA

Reaksi penetralan dapat digunakan untuk menetapkan kadar atau konsentrasi suatu larutan asam atau basa. Penetapan kadar suatu larutan ini disebut titrasi asam-basa. Titrasi adalah penambahan larutan baku (larutan yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain dengan bantuan indikator sampai tercapai titik ekuivalen. Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan perubahan warna. Saat perubahan warna indikator disebut titik akhir titrasi (James E. Brady dalam Utami, 2009: 161).
Titrasi asam basa merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi (pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan
asam tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi. Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik ekuivalen, maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen.

Perubahan pH pada reaksi asam–basa

Suatu asam yang mempunyai pH kurang dari 7 jika ditambah basa yang pH–nya lebih dari 7, maka pH asam akan naik, sebaliknya suatu basa jika ditambah asam, maka pH basa akan turun. Apabila penambahan zat dilakukan tetes demi tetes kemudian dihitung pH–nya akan diperoleh kurva titrasi, yaitu grafik yang menyatakan pH dan jumlah larutan standar yang ditambah.

1. Titrasi Asam Kuat Oleh Basa Kuat
Kurva titrasi asam kuat oleh basa kuat ditunjukkan pada gambar 1.



















Gambar 1. Grafik titrasi asam kuat oleh basa kuat (Sumber: Utami, 2009: 162)

Misalnya, 25 mL HCl 0,1 M (asam kuat) dititrasi oleh NaOH 0,1 M (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi. Pada grafik, diperlihatkan ciri penting dari kurva titrasi NaOH – HCl bahwa pH berubah secara lambat sampai dekat titik ekuivalen. Penambahan NaOH menyebabkan harga pH naik sedikit demi sedikit. Namun, pada titik ekuivalen, pH meningkat sangat tajam kira-kira 6 unit (dari pH 4 sampai pH 10) hanya dengan penambahan 0,1 mL (± 2 tetes). Setelah titik ekuivalen, pH berubah amat lambat jika ditambah NaOH. Indikator-indikator yang perubahan warnanya berada dalam bagian terjal kurva titrasi ini, yaitu indikator yang mempunyai trayek pH antara 4 sampai 10 cocok digunakan untuk titrasi tersebut. Indikator yang dapat digunakan pada titrasi ini adalah metil merah, brom timol biru, dan fenolftalein. Untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat, besarnya pH saat titik ekuivalen adalah 7.

Pada pH ini asam kuat tepat habis bereaksi dengan basa kuat, sehingga larutan yang terbentuk adalah garam air yang bersifat netral.

Gambar 2. Titik ekuivalen titrasi asam kuat oleh basa kuat dengan indikator fenolftalein (PP) ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah muda pertama dan tidak hilang setelah dikocok (b). (Sumber: http://www.chem.co.id/2019/01/47-titrasi-asam-basa.html)2. Titrasi basa kuat oleh asam kuatContoh titrasi ini adalah 40 mL larutan HCl 0,1 M dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M. Kurva titrasinya digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Kurva titrasi basa kuat oleh asam kuat (Sumber: Crys, 2009: 174)

Seperti pada titrasi asam kuat oleh basa kuat, titik ekuivalen titrasi ini pada saat penambahan HCl sebanyak 40 mL dan pH = 7. Ketiga indikator asam basa yang tertulis (fenolftalein, bromotimol biru, dan metil merah) bisa digunakan sebagai indikator dalam titrasi ini.

3. Titrasi asam lemah oleh basa kuat

Sebanyak 50 mL asam lemah CH3COOH 0,1 M dititrasi dengan larutan basa kuat NaOH 0,1 M. Kurva titrasi yang terjadi digambarkan seperti berikut.


Gambar 3. Kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat ditunjukkan oleh garis tebal. Garis putus-putus menunjukkan titrasi asam kuat oleh basa kuat (Sumber: Crys, 2009: 175)

Dari kurva di atas terlihat bahwa titik ekuivalen titrasi lebih besar 7. Hal ini disebabkan garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat basa (pH > 7). Indikator yang bisa digunakan adalah bromotimol biru dan fenolftalein.

4. Titrasi basa lemah oleh asam kuat
Perubahan pH pada reaksi penetralan basa lemah oleh asam kuat, dalam hal ini 50 mL NH3 0,1 M dititrasi dengan HCl 0,1 M, dapat ditunjukkan pada kurva di bawah ini.

Gambar 4. Kurva titrasi basa lemah oleh asam kuat ditunjukkan oleh garis tebal. Garis putus-putus menunjukkan titrasi basa kuat oleh asam kuat (Sumber: Crys, 2009: 175).

Dari kurva tersebut, terlihat bahwa titik ekuivalen terjadi pada pH lebih kecil 7. Hal ini disebabkan garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat asam (pH < 7). Adapun indikator asam basa yang bisa digunakan sebagai indikator titrasi adalah metil merah dan bromotimol biru. Titrasi asam basa dilakukan dengan menggunakan buret. Buret adalah alat yang digunakan untuk menambahkan standar ke dalam larutan yang akan ditentukan molaritasnya. Berikut langkah-langkah melakukan titrasi asam basa.
1)  Siapkan larutan yang akan ditentukan molaritasnya. Pipet larutan tersebut ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet volume.
2)  Pilih indikator berdasarkan trayek pH dan perubahan warna indikator untuk memudahkan pengamatan. Tambahkan beberapa tetes pada larutan.
3) Tambahkan zat penitrasi setetes demi setetes dengan selalu menggoyangkan erlenmeyer agar terjadi reaksi sempurna.
4)   Sesekali, pinggiran erlenmeyer dibilas agar zat yang bereaksi tidak menempel di dinding erlenmeyer.
5)  Ketika mendekati titik ekuivalen, penambahan zat penitrasi dilakukan dengan sangat hati-hati. Buka kran buret, peniter yang keluar jangan sampai menetes, tetapi ditempelkan pada dinding erlenmeyer kemudian bilas dan goyangkan. Ada baiknya titrasi dilakukan sebanyak dua atau tiga kali (duplo atau triplo). Apa zat penitrasi itu? Zat penitrasi adalah zat yang ditambahkan ketika kita melakukan titrasi.
6)      Hitung molaritas larutan (perhatikan contoh soal berikut).

Stoikiometri Titrasi Asam Basa
































































DAFTAR PUSTAKA
Crys Fajar Partana dan Antuni Wiyarsi. 2009. Mari Belajar Kimia 2 : Untuk SMA XI IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Emi Sulami dan Anis Dyah Rufaida. 2009. Buku Panduan Pendidik Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI. Klaten: PT Penerbit Intan Pariwara.
Qurniawati, Annik et al. 2018. Kimia Peminatan Matematika dan Ilmu Alam SMA/MA Kelas XI Semester 2. Klaten: PT Penerbit Intan Pariwara.
Utami, Budi et all. 2009. Kimia 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI, Program Ilmu Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.


EVALUASI LARUTAN PENYANGGA

LARUTAN PENYANGGA

Sifat-sifat dan Peran Larutan Penyangga
Proses metabolisme dapat berlangsung jika pH cairan dalam tubuh stabil. Darah yang terdapat dalam tubuh memiliki pH sekitar 7,4. Jika pH darah berubah, kemampuan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh akan berkurang. Sebagai contoh enzim pepsin yang berfungsi memecah protein dalam lambung hanya dapat bekerja optimal pada suasana asam yaitu sekitar 2. Apabila berada pada pH yang berbeda jauh dengan pH optimal tersebut, enzim pepsin akan menjadi nonaktif atau bahkan rusak. Untuk itu perlu adanya suatu sistem yang menjaga nilai pH agar enzim tersebut dapat bekerja secara optimal. Oleh karena itu, darah dan enzim memiliki sifat dapat mempertahankan pHnya atau termasuk larutan penyangga.

Komponen Larutan Penyangga

Kalau dalam yang mengandung CH3COOH dan CH3COONa, atau NH3 dengan NH4Cl ditambahkan sedikit asam atau basa, akan didapat harga pH seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. pH larutan sebelum dan sesudah ditambah sedikit asam dan basa
No.
Jenis Zat
Volume
pH Awal
pH setelah ditambah 1 mL
HCl 0,1 M
NaOH 0,1 M
1.
Air
10 mL
7
3,0
11,0
2.
CH3COOH dan CH3COONa
10 mL
4,74
4,73
4,75
3.
NH3(aq) dan NH4Cl
10 mL
9,27
9,30
9,32
(Sumber: Poppy et al., 2009: 205)

Pada data percobaan tersebut campuran yang terdiri dari larutan CH3COOH dan CH3COONa, juga larutan NH3(aq) dan NH4Cl pHnya hampir tidak berubah setelah ditambah sedikit asam maupun sedikit basa. Kedua jenis campuran tersebut merupakan contoh larutan penyangga.
Pada Tabel 1 terdapat dua macam larutan penyangga yaitu campuran antara CH3COOH dengan CH3COONa  dan NH3(aq) dengan NH4Cl. Pada campuran CH3COOH dengan CH3COONa yang membentuk larutan penyangga adalah CH3COOH yang bersifat asam lemah dengan CH3COO yang berasal dari CH3COONa. CH3COO adalah basa konjugasi dari CH3COOH, maka komponen larutan penyangga ini adalah CH3COOH dengan CH3COO.

Pada campuran NH3(aq) dengan NH4Cl yang membentuk larutan penyangganya adalah NH3 yang bersifat basa lemah dengan NH4+ dari NH4Cl. NH4+ adalah asam konjugasi dari NH3(aq), maka komponen larutan penyangga ini adalah NH3(aq) dengan NH4+. Berdasarkan ini, dapat disimpulkan:

Larutan penyangga adalah larutan yang mengandung asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya. Larutan penyangga yang mengandung asam lemah bersifat asam. Larutan penyangga yang mengandung basa lemah bersifat basa.

Larutan penyangga adalah larutan yang pH-nya tidak mudah berubah dengan penambahan sedikit asam, basa, atau air. Larutan penyangga disebut juga larutan buffer atau dapar. Larutan penyangga dapat dibuat dengan cara mencampurkan asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan garamnya.

Sifat larutan penyangga dapat mempertahankan pHnya jika ditambah sedikit  asam atau basa, dapat dilihat pada tabel data dan grafik titrasi CH3COOH dengan NaOH berikut.








Gambar 1. Grafik perubahan pH asam lemah dengan basa kuat pada titrasi 25 mL CH3COOH 0,1 M ditambahkan NaOH 0,1 M.


Pada grafik dapat dilihat di antara A dan B, pH hampir tidak berubah walaupun penambahan basa tetap dilakukan. Apa penyebabnya?
Coba reaksikan CH3COOH dengan NaOH dengan volum di antara 10 sampai dengan 20 mL.
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)
Selama penambahan NaOH pada campuran akan terbentuk CH3COONa dan sisa asam CH3COOH. Campuran CH3COOH dengan CH3COONa menghasilkan larutan penyangga. Setelah CH3COOH habis bereaksi dengan NaOH tidak terjadilagi larutan penyangga sehingga pH pada titrasi melonjak naik.  Demikian pula pada tabel dan grafik titrasi NH3(aq) dengan HCl pada Gambar 2. Di antara titik E dan F perubahan pH relatif kecil, hal ini disebabkan terjadi larutan penyangga yang mengandung komponen NH3(aq) dan NH4Cl.














Gambar 2. Grafik perubahan pH basa lemah dengan asam kuat pada titrasi 25 mL NH3 0,1 M oleh larutan HCl 0,1 M

Larutan penyangga dapat dibuat dengan dua cara. Pertama dengan cara mencampurkan langsung komponen-komponennya yaitu suatu asam lemah dengan garamnya atau suatu basa lemah dengan garamnya. Kedua dengan cara mencampurkan asam lemah dan basa kuat dengan jumlah asam lemah yang berlebih atau mencampurkan basa lemah dan asam kuat dengan jumlah basa lemah berlebih.


MACAM-MACAM LARUTAN PENYANGGA
1.      Larutan Penyangga Asam
Larutan penyangga asam dapat dibuat dari campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau garamnya. Dalam larutan penyangga asam, terjadi keseimbangan antara asam lemah (HX) dengan basa konjugasinya (X) menurut persamaan reaksi.
HX(aq) H+ (aq) + F(aq)
pH larutan penyangga








Keterangan:
Ka = tetapan kesetimbangan asam
nasam = jumlah zat asam (mol)
Contoh larutan penyangganya adalah CH3COOH dengan CH3COONa, CH3COOH dengan (CH3COO)2Ba, HCOOH dengan HCOOK.
1.      Larutan Penyangga Basa
Larutan penyangga basa dapat dibuat dari campuran basa lemah dengan asam konjugasinya atau garamnya. Pada larutan penyangga basa juga terjadi reaksi seperti pada larutan penyangga asam yaitu reaksi kesetimbangan antara basa lemah dan asam konjugasinya. Berikut persamaan reaksi kesetimbangan tersebut.
MOH(aq)       M+ (aq)    +    OH(aq)
Konsentrasi        konsentrasi
Tinggi                 tinggi (garam)
(basa lemah)
Berdasarkan reaksi kesetimbangan tersebut konsentrasi ion OH dalam larutan penyangga basa dapat ditentukan dengan rumus berikut.






Keterangan:
Kb = tetapan kesetimbangan basa
nb = jumlah zat basa




 






Contoh larutan penyangganya adalah NH3 dan (NH4)2SO4.

PRINSIP KERJA LARUTAN PENYANGGA
Larutan penyangga berperan untuk mempertahankan pH pada kisarannya. Jika ke dalam air murni dan larutan penyangga CH3COOH/CH3COO ditambahkan sedikit basa kuat NaOH 0,01 M pada masing-masing larutan, maka apa yang akan terjadi? pH air murni akan naik drastis dari 7,0 menjadi 12,0; sedangkan pada larutan penyangga hanya naik sedikit dari 4,74 menjadi 4,82. Mengapa bisa demikian? Larutan penyangga CH3COOH/CH3COO mengandung asam lemah CH3COOH dan basa konjugasi CH3COO. Jika ditambah NaOH, maka ion OHhasil ionisasi NaOH akan dinetralisir oleh asam lemah CH3COOH. Akibatnya, pH dapat dipertahankan.


Gambar 3. Perbandingan larutan nonpenyangga dan larutan penyangga jika ditambah sedikit basa kuat NaOH. (Sumber : Crys Fajar Partana dan  Antuni Wiyarsi, 2009: 186)

Pada prinsipnya sama saja. Ion H+ hasil ionisasi HCl akan dinetralisir oleh basa konjugasi CH3COO, sehingga pH dapat dipertahankan. Larutan penyangga akan mempertahankan pH pada kisarannya jika ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, dan pengenceran.

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM TAU BASA SERTA PENGENCERAN TERHADAP PH LARUTAN PENYANGGA
Kapasitas atau daya penahan larutan penyangga bergantung pada jumlah zat (n) dan perbandingan jumlah zat (n) dari komponen penyangganya. Semakin banyak jumlah mol komponen penyangga, semakin besar kemampuannya mempertahankan pH. Jika komponen asam terlalu sedikit, penambahan sedikit basa dapat mengubah pH-nya. Sebaliknya, jika komponen basanya terlalu sedikit, penambahan sedikit asam akan mengubah pH-nya. Perbandingan mol antara komponen-komponen suatu larutan penyangganya sebaiknya antara 0,1 hingga 10 karena di luar perbandingan tersebut sifat penyangganya akan berkurang.
1.      Penambahan Asam atau Basa
Sifat larutan penyangga yaitu dapat mempertahankan pH dari pengaruh penambahan sedikit asam maupun sedikit basa. Pengaruh penambahan tersebut dapat dilihat pada kasus berikut ini.
Larutan penyangga  dengan pH sebesar 4,7 dapat dibuat dengan mencampurkan 100 mL larutan CH3COOH 0,2 M (Ka CH3COOH = 10–5) dan 100 mL larutan CH3COONa 0,1 M. Apabila ke dalam larutan penyangga tersebut ditambahkan 10 mL larutan HCl 0,1 M atau 10 mL larutan NaOH 0,1 M maka perhitungan akibat penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat dapat dilihat sebagai berikut.

Sebelum penambahan HCl atau NaOH
CCH3COOH = 0,2 M
VCH3COOH = 100 mL = 0,1 L
Catatan:
C = konsentrasi (M atau mol/L)
V = Volume (L)
nCH3COOH = CCH3COOH x VCH3COOH
nCH3COOH = 0,2 M x 0,1 L
nCH3COOH = 0,2 mol/L x 0,1 L = 0,02 mol

CCH3COONa = 0,1 M
VCH3COOH = 100 mL = 0,1 L
Catatan:
C = konsentrasi (M atau mol/L)
V = Volume (L)
n = jumlah zat
nCH3COONa = CCH3COONa x VCH3COONa
nCH3COONa = 0,1 M x 0,1 L
nCH3COONa = 0,1 mol/L x 0,1 L = 0,01 mol

CH3COONa(aq) → CH3COO(aq) + Na+(aq)
nCH3COONa = nCH3COO = 0,01 mol

pH sebelum penambahan asam kuat dan basa kuat












Pada penambahan HCl pada campuran penyangga
nHCl = nH+ = 0,001
HCl(aq) → H+(aq)+ Cl(aq)
VHCl = 10 mL = 0,01 L
CHCl = 0,1 M
nHCl = CHCl x VHCl
nHCl = 0,1 M x 0,01 L
nHCl = 0,1 mol/L x 0,01 L = 0,001 mol
mol
sehingga terjadi reaksi berikut
Pada campuran kedua larutan tersebut akan terjadi reaksi kesetimbangan:
CH3COOH(aq) CH3COO(aq) + H+(aq)

Setelah ditambah HCl, jumlah zat (n) ion H+ diasumsikan sama dengan jumlah zat (n) HCl yang ditambahkan yaitiu 0,001 mol (H+ dari ionisasi asam asetat diabaikan). Semua ion H+ (dari HCl) yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion asetat (basa konjugasi). Oleh karena itu, penambahan asam (H+) akan mengurangi jumlah basa konjugas (CH3COO) dan sebaliknya menambah jumlah asam lemah (CH3COOH). Persamaan reaksinya sebagai berikut.
















selisih pH setelah penambahan asam = 0,06

Penambahan sedikit basa kuat
Pada penambahan 10 mL NaOH 0,1 M pada campuran penyangga
NaOH(aq) → Na+(aq)+ OH(aq)
VNaOH = 10 mL = 0,01 L
CNaOH = 0,1 M
nNaOH= CNaOH x VNaOH
nNaOH = 0,1 M x 0,01 L
nNaOH = 0,1 mol/L x 0,01 L = 0,001 mol

nNaOH = nOH- = 0,001 mol
Penambahan sedikit basa kuat (OH) akan bereaksi dengan asam lemah CH3COOH menurut persamaan reaksi berikut.














Selisih pH setelah penambahan basa = 0,07 (naik 0,07)

Berdasarkan kasus di atas, dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa penambahan sedikit asam atau basa hanya menggeser sedikit harga pH (seperti pada penambahan asam kuat pH turun 0,06 dan penambahan sedikit basa kuat pH naik 0,07) sehingga dapat diabaikan atau pH dianggap tetap.

Pengenceran
Berdasarkan persamaan Handerson-Hasselbalch:




dapat ditentukan bahwa pengenceran tidak memengaruhi harga pH larutan penyangga.
Harga pH larutan penyangga hanya ditentukan oleh pKa dan perbandingan konsentrasi molar pasangan asam basa konjugas. Sementara itu, nilai Ka dan pKa dari asam lemah tidak bergantung pada konsentrasi asam, tetapi bergantung pada suhu. Oleh karenanya, pengenceran larutan penyangga tidak mengubah harga pKa. Konsentrasi molar pasangan asam basa konjugasi akan berubah jika volume larutan tidak berubah. Hal ini karena konsentrasi spesi yang ada dalam larutan. Namun, perubahan konsentrasi terjadi pada semua spesi. Oleh karenanya, perbandingan konsentrasi molar pasangan asam basa konjugasi atau perbandingan spesi tidak berubah sehingga pH larutan tidak berubah.

Contoh pengaruh pengenceran pada pH larutan penyangga:
Suatu larutan penyangga dibuat dengan mencampurkan 50 mL larutan HCOOH 0,5 M (Ka = 10–4) dengan 25 mL larutan  HCOOK 1 M. Selanjutnya, larutan tersebut diencerkan dengan akuades hingga volumenya 200 mL.
a.    Berapa pH larutan sebelum diencerkan?
b.    Berapa pH larutan setelah diencerkan?

Jawaban:
CHCOOH = 0,5 M
VHCOOH = 50 mL = 0,05 L
nHCOOH= CHCOOH x VHCOOH
nHCOOH = 0,5 M x 0,05 L
nHCOOH= 0,5 mol/L x 0,05 L = 0,025 mol

CHCOOK = 1 M
VHCOOK = 25 mL = 0,025 L
nHCOOK= CHCOOK x VHCOOK
nHCOOK = 1 M x 0,025 L
nHCOOK= 1 mol/L x 0,025 L = 0,025 mol

a.    pH larutan sebelum diencerkan













b.    pH larutan setelah diencerkan
Setelah diencerkan jumlah zat (n) HCOOH dan HCOOK  tidak berubah, meskipun konsentrasi larutan berubah sehingga pH  tetap = 4
Vlarutan = 200 mL = 0,2 L
Jika pH dihitungkan berdasarkan konsentrasinya, maka:
















Contoh Soal
1.   Sebanyak 1 L larutan berisi campuran antara larutan HCOOH 0,02 M dan larutan HCOOK 0,01 M. Tentukan pH larutan tersebut! (Ka HCOOH =  2 x 10–4)
Penyelesaian:
HCOOK(aq) → HCOO(aq) + K+(aq)
[HCOO] = [HCOOK] = 0,01 M
















Jadi, pH larutan adalah 4 – log 4

2.   Suatu campuran terdiri atas 100 mL larutan NH3 0,2 M dan 50 mL larutan H2SO4 0,1 M. Jika diketahui Kb NH3 = 2 x 10–5, tentukan pH campuran tersebut!
Penyelesaian:
CNH3 = 0,2 M
V NH3 = 100 mL = 0,1 L
n NH3 = CNH3 x VNH3
n NH3 = 0,2 M x 0,1 L
n NH3= 0,2 mol/L x 0,1 L = 0,02 mol

CH2SO4 = 0,1 M
VH2SO4 = 50 mL = 0,05 L
nH2SO4= CH2SO4 x VH2SO4
nH2SO4 = 0,1 M x 0,05 L
nH2SO4= 0,1 mol/L x 0,05 L = 0,005 mol






















pOH = log [H+]
pOH = log 2 x 10–5
pOH = 5 log 2

pH = 14 – pOH
pH = 14 – (5 log 2)
pH = 9 + log 2

Jadi, pH campuran tersebut adalah 9 + log 2

 PERAN LARUTAN PENYANGGA

1.      Peran Larutan Penyangga dalam Tubuh Makhluk Hidup

pH darah tubuh manusia berkisar antara 7,35-7,45. pH darah tidak boleh kurang dari 7,0 dan tidak boleh melebihi  7,8, karena akan berakibat fatal bagi manusia. Organ yang paling berperan untuk menjaga pH darah adalah paru-paru dan ginjal. Kondisi di mana pH darah kurang dari 7,35 disebut asidosis. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kondisi asidosis antara lain penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis, dan diare yang terus-menerus. Sedangkan kondisi di mana pH darah lebih dari 7,45 disebut alkolosis.
Kondisi ini disebabkan muntah yang hebat, hiperventilasi (kondisi ketika bernafas terlalu cepat karena cemas atau histeris pada ketinggian). Untuk menjaga pH darah agar stabil, di dalam darah terdapat beberapa larutan penyangga alami.
a.    Penyangga hemoglobin
Oksigen merupakan zat utama yang diperlukan oleh sel tubuh yang didapatkan melalui pernapasan. Oksigen diikat oleh hemoglobin di dalam darah, di mana O2 sangat sensitif terhadap pH. Reaksi kesetimbangan yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut.
HHb+      +   O2      H+ + HbO2
Asam
hemoglobin
Produk buangan dari tubuh adalah CO2 yang di dalam tubuh bisa membentuk senyawa H2CO3 yang nantinya akan terurai menjadi H+ dan HCO3. Penambahan H+ dalam tubuh akan mempengaruhi pH, tetapi hemoglobin yang telah melepaskan O2 dapat mengikat H+ membentuk asam hemoglobin.

b.  Penyangga karbonat
Penyangga karbonat juga berperan dalam mengontrol pH darah. Reaksi kesetimbangan yang terjadi sebagai berikut.
H+(aq) + HCO(aq) H2CO3(aq) H2O(aq) + CO2(aq)
Perbandingan molaritas HCO3 terhadap H2CO3 yang diperlukan untuk mempertahankan pH darah 7,4 adalah 20:1. Jumlah HCO3 yang relatif jauh lebih banyak itu dapat dimengerti karena hasil-hasil metabolisme yang diterima darah lebih banyak bersifat asam.

c.   Penyangga fosfat
Penyangga fosfat merupakan penyangga yang berada di dalam sel. Penyangga ini adalah campuran dari asam lemah H2PO4 dan basa konjugasinya, yaitu HPO42–. Jika dari proses metabolisme sel dihasilkan banyak zat yang bersifat asam, maka akan segera bereaksi dengan ion HPO42–.
HPO42– (aq) + H+(aq) H2PO4 (aq)
Dan jika pada proses metabolisme sel menghasilkan senyawa yang bersifat basa, maka ion OH– akan bereaksi dengan ion H2PO4,
H2PO4 (aq) + OH–(aq) HPO42– (aq) + H2O(l)
Sehingga perbandingan [H2PO4]/[ HPO42–] selalu tetap dan akibatnya pH larutan tetap. Penyangga ini juga ada di luar sel, tetapi jumlahnya sedikit. Selain itu, penyangga fosfat juga berperan sebagai penyangga urin.

2.      Peran Larutan Penyangga dalam Kehidupan Sehari-hari
Larutan penyangga digunakan dalam berbagai bidang, seperti kimia analisis, biokimia, bakteriologi, obat-obatan (farmasi), fotografi, industri kulit, zat warna, industri makanan, pertanian, dan pengolahan limbah industri. Rentang pH tertentu yang sempit diperlukan untuk mencapai hasil optimum dalam berbagai bidang tersebut. Misal suatu enzim dapat bekerja pada pH tertentu dan sangat sensitif terhadap perubahan pH.
a.   Peran larutan penyangga dalam industri makanan
Bidang industri makanan, misalnya pengalengan buah-buahan juga membutuhkan larutan penyangga, yang berfungsi mengatur kadar keasaman (pH), misalnya asam sitrat dan natrium sitrat. Kedua zat tersebut merupakan larutan penyangga yang biasa ditambahkan pada buah-buahan yang dikalengkan. Selain itu, asam sitrat yang biasa digunakan untuk mengatur tingkat keasaman pada produk susu, selai dan jeli.
b.   Peran larutan penyangga dalam bidang farmasi
Dalam bidang farmasi, senyawa MgO digunakan dalam pembuatan aspirin. Komponen utama aspirin berupa asam asetilsalisilat yang mampu menghilangkan rasa nyeri dan mengubah pH dalam perut. Perubahan pH ini mengakibatkan pembentukan hormon yang merangsang proses penggumpalan darah menjadi terhambat sehingga pendarahan tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, pada onat aspirin ditambahkan MgO yang dapat mentransfer kelebihan asam.


DAFTAR PUSTAKA
Crys Fajar Partana dan Antuni Wiyarsi. 2009. Mari Belajar Kimia 2 : Untuk SMA XI IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Emi Sulami dan Anis Dyah Rufaida. 2009. Buku Panduan Pendidik Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI. Klaten: PT Penerbit Intan Pariwara.
Poppy K. Devi, et al. 2009. Kimia 2 : Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Qurniawati, Annik et al. 2018. Kimia Peminatan Matematika dan Ilmu Alam SMA/MA Kelas XI Semester 2. Klaten: PT Penerbit Intan Pariwara.