PENERAPAN BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN ABAD
21 UNTUK MEMPERSIAPKAN PESERTA DIDIK MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Miokti Yessi
Guru SMA Negeri 7 Palangka Raya
Abstrak
Era revolusi
industri 4.0 mendisrupsi segala lini aktivitas kehidupan manusia. Era revolusi industri 4,0 ditandai dengan cyber-physical
systems. Industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas
manusia, mesin, dan data. Perubahan ini didorong oleh perkembangan internet
yang luar biasa dan juga didukung oleh perkembangan teknologi digital. Pemanfaatan teknologi saat ini banyak digunakan berbagai
organisasi di segala bidang salah satunya di bidang
pendidikan. Tuntutan pembelajaran era revolusi industri 4.0 diantaranya adalah
pemanfaatan media untuk pembelajaran. Di sektor pendidikan, perkembangan internet dan teknologi
digital ini harus dimanfaatkan untuk melakukan reformasi terhadap proses
pembelajaran. Reformasi terhadap proses pembelajaran dilakukan dengan
menerapkan blended learning
(pembelajaran campuran). Pembelajaran menggunakan model blended
learning sangat relevan dengan pembelajaran abad 21 karena siswa berlatih
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi (bekerja dalam
kelompok), dan komunikasi. Keterampilan tersebut yang dibutuhkan untuk
menghadapi era revolusi industri agar dapat menjadi bangsa pemenang (winner) bukan losser.
Kata Kunci: Blended learning,
Pembelajaran Abad 21, Era Revolusi Industri 4.0
PENDAHULUAN
Era revolusi industri 4.0 mendisrupsi segala lini aktivitas kehidupan
manusia. Era revolusi industri 4,0 ditandai dengan cyber-physical
systems. Industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas
manusia, mesin, dan data. Revolusi industri telah mengubah cara kerja
manusia menjadi otomatisasi/digitalisasi melalui inovasi-inovasi. Aplikasi dan
layanan berbasis internet menawarkan beberapa kemudahan-kemudahan, salah satu
contohnya adalah toko online (seperti Lazada,
Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli, dan Zalora), berbelanja sekarang tidak
harus datang ke supermarket atau ke pusat perbelanjaan namun bisa dilakukan
secara online melalui aplikasi yang ditawarkan di smartphone berbasis android.
Semuanya mudah hanya dengan membuka aplikasi tersebut kemudian memilih barang
atau produk yang diminati dan kemudian melakukan pembayaran hanya dengan satu
langkah menggunakan dompet digital. Menjamurnya
transportasi online (seperti Gojek, Grab, dan Uber), media sosial (seperti Whatsapp, Facebook, Instagram) adalah sebagai suatu tanda revolusi industri
4.0 berkembang. Semua perubahan ini disebabkan oleh perkembangan internet dan
teknologi digital yang sangat luar biasa.
Era revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur
pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei
perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey
2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital
telah memicu permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Era revolusi industri 4.0 juga
mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya
sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara
pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya
menghadapi tiga hal: a) menyiapkan anak
untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak
untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c)
menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya
belum ditemukan. Era revolusi industri 4.0 akan berdampak pada peran pendidikan
khususnya peran pendidiknya. Jika peran pendidik masih mempertahankan sebagai
penyampai pengetahuan, maka mereka akan kehilangan peran seiring dengan
perkembangan teknologi dan perubahan metode pembelajarannya. Kondisi tersebut
harus diatasi dengan menambah kompetensi pendidik yang mendukung pengetahuan
untuk eksplorasi dan penciptaan melalui pembelajaran mandiri.
Pemanfaatan teknologi saat ini banyak digunakan berbagai organisasi di
segala bidang salah satunya di bidang
pendidikan. Tuntutan pembelajaran era revolusi industri 4.0 diantaranya adalah
pemanfaatan media untuk pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran dalam
pendidikan formal merupakan keharusan jika tidak ingin tertindas oleh perubahan
zaman global. Partnership for 21st
Century Learning (P21) mengembangkan framework
pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki
keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang teknologi, media dan
informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan
karir.
Di bidang pendidikan, antisipasi terhadap tantangan dari perkembangan
internet dan teknologi digital di era revolusi industri 4,0 ini perlu
dilakukan. Tantangan ini harus direspon dengan cepat dan tepat oleh seluruh
pemangku kepentingan agar dapat meningkatkan daya saing bangsa di tengah
persaingan dunia yang semakin ketat dan kompetifif. Jika kita tidak melakukan
upaya-upaya cepat dan tepat dalam menjawab tantangan tersebut, kita akan
tertindas dan akan menjadi pecundang (the
loser). Sebaiknya, kita harus melakukan berbagai upaya untuk menjawab
tantangan yang ditimbulkan oleh era revolusi industri 4,0 tersebut kalau kita
ingin menjadi bangsa pemenang (the winner).
Perbaikan yang perlu diupayakan di sektor pendidikan adalah dengan
melakukan reformasi terhadap proses pembelajaran. Selama ini, umumnya proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru adalah pembelajaran tatap muka.
Pembelajaran tatap muka ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa
kelebihan dari pembelajaran tatap muka adalah guru dapat mengontrol lingkungan
pembelajaran secara langsung dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan siswa (Renner et al., 2014). Siswa terlibat dalam
konteks sosial yang kaya, di mana siswa dapat berinteraksi satu sama lain dan
juga berinteraksi dengan guru, serta siswa dapat memperoleh balikan secara
langsung dari siswa lain dan/atau dari guru (Acton et al. 2005). Terlepas dari
semua kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran tatap muka, pembelajaran ini
juga memiliki kekurangan yaitu memerlukan biaya yang cukup tinggi (Renner et
al., 2014).
Untuk mengatasi keterbatasan ini ada alternatif dalam pembelajaran yaitu
pembelajaran online. Pembelajaran online memungkinkan seseorang baik mahasiswa
maupun peserta didik belajar secara langsung tanpa adanya pembatas dengan
sumber belajar dan tidak bergantung dengan tutor atau guru secara langsung.
Kelebihan dari pembelajaran online
memungkinkan siswa mengakses konten materi subjek dengan fleksibel, kapan saja
dan dari mana saja, daya jangkau pembelajaran online lebih luas sehingga jumlah siswa yang dapat terlibat dalam
pembelajaran ini lebih banyak daripada dalam pembelajaran tatap muka, biaya
operasional juga lebih murah (Renner et al., 2014). Namun pembelajaran online
memiliki beberapa kekurangan, yaitu peserta didik kehilangan kesempatan untuk
berinteraksi dengan siswa lain maupun dengan guru, sehingga siswa merasa
terisolasi dan guru juga kurang mengenal siswanya bahkan antarsiswa jugapun
tidak saling mengenal (Gunaserkan et.all,
2012). Sedangkan dalam pembelajaran abad 21 dituntut siswa untuk dapat
berkolaborasi dan berkomunikasi yang ditandai dapat bekerja sama dalam
kelompok.
Agar dapat mengkompensasi kelemahan dan sekaligus meningkatkan kekuatan
dari pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online, maka kedua pembelajaran tersebut digabungkan. Gabungan dari
kedua jenis pembelajaran tersebut
dinamakan blended learning (Renner et
al., 2014; Dwiyogo, 2017; Lalima, et al,. 2017), atau hybrid learning (Gülbahar & Madran,
2009). Blended learning menggabungkan
karakteristik terbaik dari pembelajaran tatap muka di kelas dan pembelajaran
online sehingga memotivasi siswa belajar secara aktif dan mandiri serta dapat
menghemat waktu (Renner et al., 2014; Dwiyogo, 2017; Graham 2006). Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka perlu untuk dibahas tentang blended learning dalam pembelajaran abad 21 yang dikaitkan dengan
era revolusi industi 4.0. Sehingga tujuan penulisan dari makalah ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan penerapan blended learning dalam pembelajaran abad
21.
PEMBAHASAN
Revolusi Industri 4.0
Revolusi industri berkembang dari 1.0 hingga 4.0. Memasuki tahun 2018 merupakan zaman
revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Dunia industri mulai menyentuh dunia virtual,
berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana.
Istilah ini dikenal dengan nama internet
of things (IoT) atau Internet of People (IoP). Pada revolusi industri 4,0, teknologi informasi telah
menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas
(borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh
perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung
pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.
Terobosan teknologi penyokong revolusi industri 4,0 adalah antara lain
kecerdasan buatan (artificial
intelligence), perkembangan robotika, virtual
reality, dan mesin cetak tiga dimensi. Kecerdasan buatan dapat
diaplikasikan untuk telepon seluler, otomotif, dan persenjataan. Revolusi
industri 4,0 digadang-gadang mampu meningkatkan laju mobilitas informasi,
efisiensi organisasi industri, dan membantu meminimalisasi kerusakan lingkungan.
Perkembangan revolusi industri dari generasi 1,0 hingga 4,0 ditunjukkan
pada Gambar 1. Selain itu, komponen-komponen penyokong revolusi industri 4,0
ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa begitu kompleknya
revolusi industri 4,0 yang disokong oleh banyak komponen mengakibatkan
kehidupan manusia mengalami desrupsi.
Gambar 1. Perkembangan revolusi
industri
Gambar 2. Komponen-komponen revolusi
industri 4.0
Pembelajaran Abad 21
Abad ke-21 ditandai dengan era revolusi industry 4.0 sebagai abad
keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia pada abad ke-21
mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata
kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta
kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad
ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh
lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil
unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan
dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain
diperlukan suatu paradigma baru dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru,
demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila tantangan-tantangan baru
tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm lama, maka segala usaha akan
menemui kegagalan.
Dalam kontek pembelajaran abad 21, pembelajaran yang
menerapkan kreativitas, berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi,
kemasyarakatan dan keterampilan karakter, tetap harus dipertahankan bahwa
sebagai lembaga pendidikan peserta didik tetap memerlukan kemampuan teknik.
Pemanfaatan berbagai aktifitas pembelajaran yang mendukung era revolusi industry
4.0 merupakan keharusan dengan model resource
sharing dengan siapapun dan dimanapun, pembelajaran kelas dan lab dengan
augmented dengan bahan virtual, bersifat interaktif, menantang, serta
pembelajaran yang kaya isi bukan sekedar lengkap. P21 (Partnership for
21st Century Learning) mengembangkan framework
pembelajaran di abad 21,
seperti disajikan pada pada Tabel 1.
Tabel 1. Peta Kompetensi Keterampilan 4C Sesuai dengan P21
Framework Keterampilan Abad 21
|
Kompetensi Berpikir P21
|
Creativity Thinking
and innovation
|
Peserta didik dapat menghasilkan,
mengembangkan, dan mengimplementasikan ide-ide mereka secara kreatif baik
secara mandiri maupun berkelompok
|
Critical thinking and
problem solving
|
Peserta didik dapat mengindentifikasi,
menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi,
klaim dan data-data yang tersaji secara luas melalui pengkajian secara
mendalam, serta merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
|
Communication
|
Peserta didik dapat mengkomunikasikan ide-ide
dan gagasan secara efektif menggunakan media lisan, tertulis, maupun
kelompok.
|
Collaboration
|
Peserta didik dapat bekerja sama dalam sebuah
kelompok dalam memecahkan permasalahan yang ditemukan
|
Agar tercapai tujuan pembelajaran abad 21 yang menerapkan
kreativitas, berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi,
kemasyarakatan dan keterampilan karakter perlu dilatih di sekolah dengan
menggunakan
berbagai model maupun metode pembelajaran yang relevan. Salah satunya adalah blended learning. Keterampilan abad 21 yang dianggap
bisa memperkuat modal social (social capital) dan modal intelektual (intellectual
capital), biasa disingkat dengan 4C: communication,
collaboration, critical thinking and problem solving, dan creativity and
innovation. Secara operasional, 4C ini dijabarkan dalam empat kategori
langkah, yakni: Pertama, cara berpikir, termasuk berkreasi, berinovasi,
bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar pro-aktif.
Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim.
Ketiga, cara hidup sebagai warga global sekaligus lokal; dan keempat, alat untuk
mengembangkan ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi, jaringan digital,
dan literasi
seperti yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Pergeseran Paradigma Belajar Abad
Ke-21
(https://mbscenter.or.id/site/pergeseran paradigma abad 21)
Konsep Blended Learning
Ada beragam definisi blended learning. Bonk (2004) mengutip definisi blended learning dari beberapa sumber, yaitu (1) kombinasi
modalitas pembelajaran (atau media penghantar), (2) kombinasi metode
pembelajaran, dan (3) kombinasi pembelajaran tatap muka dan online. Namun,
definisi ketiga yang paling banyak diterima yaitu kombinasi pembelajaran tatap muka dan online.
Littlejohn dan Pegler (2007) mendefinisikan bahwa penggunaan pembelajaran
tatap muka dengan teknologi, seperti komputer, internet, dan web, sebagai blended learning. Menurut Rasmussen
(2003), blended learning merupakan
metode pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi yang digabungkan
dengan pembelajaran tatap muka. Tujuannya adalah mencapai keseimbangan antara
pembelajaran online dan pembelajaran tatap muka. Metode yang berbeda seharusnya
melengkapi satu sama lain tanpa merusak metode secara keseluruhan. Misalnya,
bagian teori dari materi subjek dapat dipresentasikan melalui tatap muka,
sedangkan unsur-unsur visual dapat dipresentasikan melalui pembelajaran online.
Sloan Survey of Online Learning (Allen & Seaman, 2003) telah
menyediakan definisi yang lebih detail, yaitu blended learning sebagai campuran
dari konten materi subjek tatap muka dan online. Suatu pembelajaran dikatakan
sebagai blended learning jika konten materi
subjek yang diantarkan secara online antara 30% hingga 79%. Tabel 2 menyajikan proporsi konten materi subjek yang diantarkan secara online
dan jenis pembelajaran yang diterapkan (Allen & Seaman, 2013).
Tabel 1. Jenis-jenis pembelajaran ditinjau dari proporsi konten materi
subjek yang diantarkan secara online
Proporsi konten yang diantarkan secara online
|
Jenis pembelajaran
|
Deskripsi khusus
|
0%
|
Tatap muka/ tradisional
|
Pembelajaran
tanpa menggunakan teknologi – konten diantarkan secara tertulis atau oral.
|
1% sampai 29%
|
Difasilitasi
web
|
Pembelajaran menggunakan teknologi
untuk memfasilitasi pembelajaran tatap muka. Penggunaan Course Management System (CMS) or web pages untuk menyampaikan silabus atau tugas-tugas
|
30% sampai 79%
|
Blended/hybrid
|
Pembelajaran
yang merupakan campuran antara tatap muka dan online.
|
> 80%
|
Online
|
Konten diantarkan secara online, tidak
ada pertemuan tatap muka
|
(Diadopsi dari Allen & Seaman, 2013)
Qasem (2016)
mengungkapkan dalam penerapan blended
learning atau hybrid learning memerlukan
tiga jenis pengetahuan yaitu pengetahuan konten, pengetahuan pedagogi, dan
pengetahuan teknologi. Pengetahuan konten adalah pengetahuan yang berkaitan
dengan materi subjek, contohnya pengetahuan tentang kimia atau secara spesifik
ke jenis ilmu yang dipelajari seperti kimia organik. Pengetahuan pedagogik adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan aspek didaktik pedagogik, seperti penguasaan
terhadap model-model dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk menjelaskan
konten materi subjek agar mudah dipahami siswa. Pengetahuan teknologi adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi, seperti komputer, untuk
mengantarkan konten materi subjek.
Blended learning
memungkinkan guru mengupload sumber-sumber belajar elektronik (digital) yang
dapat didownload oleh siswa menggunakan perangkat jenis apapun terutama
smartphone berbasis android. Di pihak lain, siswa juga dapat melakukan chat, membagikan
pengetahuan yang dimiliki, mengajukan pertanyaan, mengakses sumber-sumber
belajar dengan lebih mudah, dan menyelesaikan tugas dan mengirim tugas-tugas
secara online, cepat dan tanpa kertas. Kondisi ini mendorong keterlibatan aktif
dan kinerja siswa dalam proses pembelajaran.
Model Blended Learning
Staker dan Horn
(Dwiyogo, 2017) mengklasifikasikan model blended
learning menjadi empat kategori, yaitu rotation
model, flex model, self-blend model, enriched-virtual model. Rotation model atau model rotasi dibagi
menjadi empat submodel yaitu, station
rotation, lab rotation (rotasi lab),
flipped classroom, dan individual
rotation.
Gambar 4. Model-model blended learning
Rotation Model
Pada model rotasi,
siswa berotasi dari satu tempat ke tempat lainnya yang telah ditentukan oleh
guru. Ada empat submodel rotasi, yaitu station
rotation, lab rotation (rotasi lab),
flipped classroom, dan individual
rotation.
Station rotation model
Pada model rotasi
stasiun, siswa berotasi dalam sebuah jadwal yang telah ditetapkan oleh guru
antara stasiun satu ke stasium lainnya. Salah satu stasiun digunakan untuk
menyelenggarakan pembelajaran online atau daring. Sementara itu, stasiun
lainnya dapat dalam bentuk pembelajaran kelompok kecil, projek, tutorial
individu, tugas, atau ujian tertulis.
Lab rotation model
Model rotasi lab ini
mirip dengan model rotasi stasiun, hanya saja perbedaannya adalah siswa diajak
berotasi dalam satu area sekolah dari satu ruang ke ruang lainnya, bukan dari
stasiun satu ke stasiun lain dalam satu kelas. Pada model rotasi lab ini,
terdapat satu lab, yaitu lab komputer, untuk menyelenggarakan pembelajaran
online atau daring.
Flipped Classroom
Pada model flipped
classroom (kelas terbalik), guru mengunggah konten materi subjek secara online.
Konten materi subjek yang diunggah oleh guru dapat berupa video, ebook, bahan
ajar, lembar kerja, tugas-tugas, atau sumber-sumber lainnya. Siswa belajar konten
materi subjek tersebut melalui pembelajaran online, baik secara sinkron maupun
asinkron di rumah. Pada sesi kelas, guru dapat mengoptimalkan waktu belajar
dengan mendiskusikan konten materi subjek yang telah dipelajari terlebih dahulu
oleh siswa sebelumnya di rumah. Guru lebih banyak bisa memberikan bimbingan
atau umpan balik kepada siswa sehingga siswa dapat memahami konten materi
subjek dengan lebih baik. Model flipped classroom ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Model flipped
classroom
Individual Rotation
Rotasi individu
dibedakan dari rotasi stasiun atau rotasi laboratorium di mana setiap siswa
memiliki jadwal sendiri. Siswa dalam rotasi stasiun berpartisipasi di setiap
stasiun, namun siswa dalam rotasi individu berpartisipasi dalam stasiun yang
ditargetkan pada kebutuhan spesifik siswa.
Model
Flex
Model flex
menekankan pada individu siswa di mana pembelajaran online digunakan untuk
mengantarkan kebanyakan konten materi subjek. Model ini dirancang untuk
memungkinkan siswa bekerja dengan kecepatan mereka sendiri.
Gambar 6. Model Flex
Model Self-blended
Model self-blended
melibatkan pengiriman sebagian konten materi subjek utamanya melalui online.
Konten materi subjek yang diunggah melalui online ini dimaksudkan untuk
melengkapi konten materi subjek yang disampaikan melalui pembelajaran tatap
muka (misalnya, seminar, ceramah, dan laboratorium). Dengan kata lain, siswa
mengambil pembelajaran online untuk melengkapi pembelajaran tatap muka. Model
self-blended ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Model self-blended
Model enriched-virtual
Kondisi lingkungan
belajar ini mirip dengan model self-blended yang menyediakan ruang untuk
seminar, kelas, dan laboratorium, dan lounge cyber untuk dapat menggunakan
sumber daya online. Model enriched-virtual mengantarkan setiap bagian dari
konten materi subjek secara online. Konten ini dapat dikirimkan secara
asinkron. Konten asinkron ini dilengkapi dengan interaksi tatap muka yang
melibatkan guru dan teman sebaya dalam seting sekolah yang lebih konvensional,
siswa tidak berada di sekolah setiap hari.
Gambar 8. Model enriched virtual
Efektivitas Blended Learning dalam Pembelajaran Abad 21
Pembelajaran yang
mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online,
menjadikan pembelajaran menggunakan model blended
learning menjadi lebih efektif. Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa
pembelajaran dengan model blended
learning efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu penguasaan
konsep dan keterampilan abad 21 di antaranya keterampilan berpikir kritis siswa
menjadi meningkat karena di dalam pembelajaran dengan model blended learning secara tidak langsung
melatih siswa dalam literasi digital dan literasi informasi seperti yang
disajikan pada Gambar 3.
Bergman dan Sam
(2014) mengungkapkan blended learning dengan flipped
classroom memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (a) siswa mendapatkan
pertolongan dalam materi yang sulit, (b) interaksi antara guru dan siswa
menjadi bermakna, (c) menciptakan suasana belajar yang lebih bermakna di kelas
karena siswa telah mempersiapkan diri di rumah, (d) siswa dapat belajar di mana
pun dan kapanpun tanpa kehilangan momen seperti pada pembelajaran tradisional
dan menolong siswa ketika tidak hadir ke sekolah karena materi tersedia secara
online, (e) menolong guru ketika tidak
hadir ke sekolah, pembelajaran tetap berlangsung, (f) biaya operasional lebih
murah, (g) interaksi antarsiswa menjadi lebih baik, karena menciptakan suasana
belajar yang lebih aktif dan kemampuan siswa dalam bekerja sama dalam kelompok
menjadi lebih baik.
Pembelajaran dengan
model blended learning dapat memberikan kepuasan belajar siswa. Tselios
et al. (2011) melaporkan bahwa siswa mempunyai sikap positif terhadap blended learning, aktivitas belajar
siswa meningkat, persiapan belajar siswa lebih baik, meningkatkan kreativitas
siswa, dan pekerjaan tanpa kertas (paperless).
Model blended learning seperti flipped classroom (kelas terbalik) yang
menggunakan video dan sumber belajar online lainnya dapat meningkatkan
persiapan siswa sebelum mereka hadir ke kelas. Dengan cara ini, siswa telah
belajar teori lebih awal dan dapat menggunakan waktu di kelas untuk
mempraktikkan teori itu. Pada model ini, guru dapat mengambil peran sebagai
pembimbing dan mentor dalam pembelajaran di kelas. Terkait dengan komunikasi digital, Dzakiria et
al. (2006) menyatakan bahwa interaksi antara siswa dan guru baik secara sinkron
dan asinkron merupakan hak istimewa yang ditawarkan oleh blended learning.
Pembelajaran
menggunakan model blended learning
dapat mengembangkan keterampilan abad 21. Blended
learning mendorong siswa bagaimana cara bekerja, belajar, berkolaborasi,
dan berkomunikasi dalam mengerjakan tugas-tugas. Siswa juga dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Yessi (2019) melaporkan bahwa blended
learning menggunakan google classroom dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis pada
pembelajaran kesetimbangan kimia. Respon
siswa terhadap pembelajaran menggunakan google classroom juga sangat baik.
Siswa berpendapat banyak kemudahan dan keuntungan yang didapatkan, diantaranya lebih siap dalam pembelajaran karena
telah belajar di kelas, kemudahan untuk mengontrol tugas yang diberikan oleh guru,
kemudahan untuk mengakses materi pembelajaran, dan kemudahan untuk mengumpulkan
tugas dengan cepat tanpa menggunakan kertas tanpa harus ada alasan terlambat
mengumpulkan tugas.
Rahmansyah dan
Irhasyuarna (2018) melaporkan penerapan model blended learning pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
berpengaruh terhadap keterampilan generik pemodelan dan hasil belajar siswa SMA
Negeri 5 Banjarmasin. Keterampilan generik sains (KGS) adalah keterampilan
dasar yang harus dimiliki oleh seseorang dalam belajar sains, yang menjadi
dasar dalam mengasah keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Lestari et al (2016) melaporkan hasil
penelitiannya bahwa pengembangan perangkat blended
learning pada materi sistem saraf manusia dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dengan kategori tinggi N-gain ≥0,70. Ketuntasan klasikal hasil
belajar 85% melebihi ketentuan sebesar 75% dan keterampilan berpikir kritis
90%. Perangkat pembelajaran berbasis blended
learning dapat memfasilitasi siswa berpikir kritis karena blended learning membuat siswa berpikir
secara holistik dan memunculkan pertanyaan serta jawaban kritis. Jika blended learning dipadukan dengan model
pembelajaran seperti problem solving
menggunakan aplikasi MOODLE dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa (Irandasari et al., 2014).
Pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi seperti Learning Management Systems (LMS) dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa (Ramakrisnana et al., 2012).
Keterampilan Abad 21
dapat dilatihkan melalui pembelajaran blended learning yang dipadukan dengan
beberapa LMS. Di saat siswa mengakses informasi sesuai dengan tugas dan
pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa belajar memanfaatkan teknologi
dengan bijaksana, dalam hal ini kemampuan literasi teknologi dan literasi
informasi dikembangkan. Dalam literasi informasi siswa dilatihkan dalam
mengakses dan menilai informasi secara efektif dan efisien, mengevaluasi
informasi tersebut apakah sesuai dengan konteks soal yang diberikan, serta
dapat mengelola dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif untuk
menyelesaikan masalah sehingga tercipta informasi yang berfungsi dengan baik.
Siswa juga dilatih untuk bekerja secara efektif dan efisien, mengamati
persamaan dan perbedaan dari suatu data yang tersaji kemudian menganalisis
data. Dalam melakukan analisis data
tersebut siswa berlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif,
kolaborasi (bekerja dalam kelompok), dan komunikasi. Keterampilan tersebut yang
dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi industri agar dapat menjadi winner bukan losser, yang tentunya konten materi subjek dalam pembelajaran harus
relevan dengan keadaan yang dibutuhkan.
PENUTUP
Kesimpulan
Model blended learning menjadi empat kategori,
yaitu rotation model, flex model,
self-blend model, enriched-virtual model. Rotation model atau model rotasi dibagi menjadi empat submodel
yaitu, station rotation, lab rotation
(rotasi lab), flipped classroom, dan individual rotation. Pembelajaran
menggunakan model blended learning
sangat relevan dengan pembelajaran abad 21 karena siswa berlatih mengembangkan
keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi (bekerja dalam kelompok), dan
komunikasi. Keterampilan tersebut yang dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi
industri agar dapat menjadi winner
bukan losser
DAFTAR PUSTAKA
Acton, T., Hill, S. & Scott, M. (2005). E-education –
Keys to success for organisations. In 18th Bled eConference, Slovenia, June
6-8.
Allen, I. E. & Seaman, J. (2013). Changing course: Ten
years of online education in the United States. Babson Park MA: Babson Survey
Research Group and Quahog Research Group, LLC.
Bergmann, Jon & Sam, Aaron. (2014). The Flipped
Classroom. CSE Journal Volume 17 (3).
Bonk, C. J. & Graham, C. R. (2004). Blended learning
systems: Definition, current trends and future directions. Handbook of Blended
Learning: Global Perspectives, Local Designs. San Fransisco, CA: Pfeiffer
Publishing.
Colis, B. & Moonen, J. (2001).
Flexible learning in a digital world: Experiences and expectations. London: Kogan Page.
Dwiyogo, Wasis D. (2017) Pembelajaran
Berbasis Blended Learning, Depok: Rajawali Pers.
Gülbahar, Y. & Madran, R. O. (2009).
Communication and collaboration,
satisfaction, equity, and autonomy in blended learning environments: A case
from Turkey. International Review of Research in Open and Distance
Learning, 10(2), 1-22
Gunasekaran, A., McNeil, R. D. &
Shaul, D. (2002). E-learning:
research and applications. Industrial and Commercial Training, 34(2), 44-53.
Irandasari,
Vebriana, Riezky Maya Probosari, Suciati Sudarisman. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Blended Learning-Problem Solving melalui Aplikasi Moodle untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas XI IPA
SMAN 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013. Bio-Pedagogi Jurnal
Pembelajaran Biologi. Online. Diakses 20 April 2019.
https://jurnal.uns.ac.id/pdg/article/view/5320.
Kemendikbud.
(2013).
Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan. (Online).http://litbang.kemdikbud.go.id/site/index.php/home2-4/233-pergeseran-paradigma-belajar-abad-21.
Diakses 15 Oktober 2018
Lalima, et al. (2017). Blended Learning: An Innovative Approach. Universal Journal of Educational
Research 5(1): 129-136.
Lestari et,al. (2012). Pengembangan Perangkat Blended Learning Sistem Saraf Manusia
untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis. Journal of Innovative Science Education,
Universitas Negeri Semarang, diakses
19 April
2019 dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jise.
Littlejohn,
A. & Pegler, C. (2007). Preparing for blended e-learning, London:
Routledge. Diakses 20 April 2019, https://www.reseaechgate.net.
Ramakrisnana,
P., Yahya, Hasrola, M.N.J., Aziz, A.A. (2012). Blended Learning: A Suitable
Framework For E-Learning In Higher Education, The 3rd International
Conference On E-learning ICEL2011, 23-24 November, Bandung, Indonesia, Social Behavioral Sciences, 67: 513-526.
Renner, D., Laumer, S., & Weitzel,
T. (2014). Effectiveness
and efficiency of blended learning - A literature review. Twentieth Americas Conference on
Information Systems, Savannah.
Yessi,
Miokti. (2019). Pembelajaran Berbasis
Blended Learning menggunakan Google Classroom pada Materi Kesetimbangan Kimia
untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas XI MIPA.
Prosiding Semnas SNKP XI, UNS 13 April 2019.
0 comments:
Post a Comment