Friday, May 1, 2020

ARTIKEL PENERAPAN BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 UNTUK MEMPERSIAPKAN PESERTA DIDIK MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


PENERAPAN BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 UNTUK MEMPERSIAPKAN PESERTA DIDIK MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Miokti Yessi
Guru SMA Negeri 7 Palangka Raya

Abstrak
Era revolusi industri 4.0 mendisrupsi segala lini aktivitas kehidupan manusia. Era revolusi industri 4,0 ditandai dengan cyber-physical systems. Industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data. Perubahan ini didorong oleh perkembangan internet yang luar biasa dan juga didukung oleh perkembangan teknologi digital. Pemanfaatan teknologi saat ini banyak digunakan berbagai organisasi di segala bidang salah satunya di bidang pendidikan. Tuntutan pembelajaran era revolusi industri 4.0 diantaranya adalah pemanfaatan media untuk pembelajaran. Di sektor pendidikan, perkembangan internet dan teknologi digital ini harus dimanfaatkan untuk melakukan reformasi terhadap proses pembelajaran. Reformasi terhadap proses pembelajaran dilakukan dengan menerapkan blended learning (pembelajaran campuran). Pembelajaran menggunakan model blended learning sangat relevan dengan pembelajaran abad 21 karena siswa berlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi (bekerja dalam kelompok), dan komunikasi. Keterampilan tersebut yang dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi industri agar dapat menjadi bangsa pemenang (winner) bukan losser.
Kata Kunci: Blended learning, Pembelajaran Abad 21, Era Revolusi Industri 4.0

PENDAHULUAN
Era revolusi industri 4.0 mendisrupsi segala lini aktivitas kehidupan manusia. Era revolusi industri 4,0 ditandai dengan cyber-physical systems. Industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data. Revolusi industri telah mengubah cara kerja manusia menjadi otomatisasi/digitalisasi melalui inovasi-inovasi. Aplikasi dan layanan berbasis internet menawarkan beberapa kemudahan-kemudahan, salah satu contohnya adalah toko online (seperti Lazada, Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli, dan Zalora), berbelanja sekarang tidak harus datang ke supermarket atau ke pusat perbelanjaan namun bisa dilakukan secara online melalui aplikasi yang ditawarkan di smartphone berbasis android. Semuanya mudah hanya dengan membuka aplikasi tersebut kemudian memilih barang atau produk yang diminati dan kemudian melakukan pembayaran hanya dengan satu langkah menggunakan dompet digital.  Menjamurnya transportasi online (seperti Gojek, Grab, dan Uber), media sosial (seperti Whatsapp, Facebook, Instagram) adalah sebagai suatu tanda revolusi industri 4.0 berkembang. Semua perubahan ini disebabkan oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang sangat luar biasa.
Era revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicu permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal:  a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Era revolusi industri 4.0 akan berdampak pada peran pendidikan khususnya peran pendidiknya. Jika peran pendidik masih mempertahankan sebagai penyampai pengetahuan, maka mereka akan kehilangan peran seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan metode pembelajarannya. Kondisi tersebut harus diatasi dengan menambah kompetensi pendidik yang mendukung pengetahuan untuk eksplorasi dan penciptaan melalui pembelajaran mandiri.
Pemanfaatan teknologi saat ini banyak digunakan berbagai organisasi di segala bidang salah satunya di bidang pendidikan. Tuntutan pembelajaran era revolusi industri 4.0 diantaranya adalah pemanfaatan media untuk pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran dalam pendidikan formal merupakan keharusan jika tidak ingin tertindas oleh perubahan zaman global. Partnership for 21st Century Learning (P21) mengembangkan framework pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir.
Di bidang pendidikan, antisipasi terhadap tantangan dari perkembangan internet dan teknologi digital di era revolusi industri 4,0 ini perlu dilakukan. Tantangan ini harus direspon dengan cepat dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan agar dapat meningkatkan daya saing bangsa di tengah persaingan dunia yang semakin ketat dan kompetifif. Jika kita tidak melakukan upaya-upaya cepat dan tepat dalam menjawab tantangan tersebut, kita akan tertindas dan akan menjadi pecundang (the loser). Sebaiknya, kita harus melakukan berbagai upaya untuk menjawab tantangan yang ditimbulkan oleh era revolusi industri 4,0 tersebut kalau kita ingin menjadi bangsa pemenang (the winner).
Perbaikan yang perlu diupayakan di sektor pendidikan adalah dengan melakukan reformasi terhadap proses pembelajaran. Selama ini, umumnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru adalah pembelajaran tatap muka. Pembelajaran tatap muka ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari pembelajaran tatap muka adalah guru dapat mengontrol lingkungan pembelajaran secara langsung dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa (Renner et al., 2014). Siswa terlibat dalam konteks sosial yang kaya, di mana siswa dapat berinteraksi satu sama lain dan juga berinteraksi dengan guru, serta siswa dapat memperoleh balikan secara langsung dari siswa lain dan/atau dari guru (Acton et al. 2005). Terlepas dari semua kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran tatap muka, pembelajaran ini juga memiliki kekurangan yaitu memerlukan biaya yang cukup tinggi (Renner et al., 2014).
Untuk mengatasi keterbatasan ini ada alternatif dalam pembelajaran yaitu pembelajaran online. Pembelajaran online memungkinkan seseorang baik mahasiswa maupun peserta didik belajar secara langsung tanpa adanya pembatas dengan sumber belajar dan tidak bergantung dengan tutor atau guru secara langsung. Kelebihan dari pembelajaran online memungkinkan siswa mengakses konten materi subjek dengan fleksibel, kapan saja dan dari mana saja, daya jangkau pembelajaran online lebih luas sehingga jumlah siswa yang dapat terlibat dalam pembelajaran ini lebih banyak daripada dalam pembelajaran tatap muka, biaya operasional juga lebih murah (Renner et al., 2014). Namun pembelajaran online memiliki beberapa kekurangan, yaitu peserta didik kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain maupun dengan guru, sehingga siswa merasa terisolasi dan guru juga kurang mengenal siswanya bahkan antarsiswa jugapun tidak saling mengenal (Gunaserkan et.all, 2012). Sedangkan dalam pembelajaran abad 21 dituntut siswa untuk dapat berkolaborasi dan berkomunikasi yang ditandai dapat bekerja sama dalam kelompok.
Agar dapat mengkompensasi kelemahan dan sekaligus meningkatkan kekuatan dari pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online, maka kedua pembelajaran tersebut digabungkan. Gabungan dari kedua jenis  pembelajaran tersebut dinamakan blended learning (Renner et al., 2014; Dwiyogo, 2017; Lalima, et al,. 2017), atau hybrid learning (Gülbahar & Madran, 2009). Blended learning menggabungkan karakteristik terbaik dari pembelajaran tatap muka di kelas dan pembelajaran online sehingga memotivasi siswa belajar secara aktif dan mandiri serta dapat menghemat waktu (Renner et al., 2014; Dwiyogo, 2017; Graham 2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perlu untuk dibahas tentang blended learning dalam pembelajaran abad 21 yang dikaitkan dengan era revolusi industi 4.0. Sehingga tujuan penulisan dari makalah ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan penerapan blended learning dalam pembelajaran abad 21.
PEMBAHASAN
Revolusi Industri 4.0
Revolusi industri berkembang dari 1.0 hingga 4.0. Memasuki tahun 2018 merupakan zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Dunia industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama internet of things (IoT) atau Internet of People (IoP). Pada revolusi industri 4,0, teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.
Terobosan teknologi penyokong revolusi industri 4,0 adalah antara lain kecerdasan buatan (artificial intelligence), perkembangan robotika, virtual reality, dan mesin cetak tiga dimensi. Kecerdasan buatan dapat diaplikasikan untuk telepon seluler, otomotif, dan persenjataan. Revolusi industri 4,0 digadang-gadang mampu meningkatkan laju mobilitas informasi, efisiensi organisasi industri, dan membantu meminimalisasi kerusakan lingkungan.
Perkembangan revolusi industri dari generasi 1,0 hingga 4,0 ditunjukkan pada Gambar 1. Selain itu, komponen-komponen penyokong revolusi industri 4,0 ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa begitu kompleknya revolusi industri 4,0 yang disokong oleh banyak komponen mengakibatkan kehidupan manusia mengalami desrupsi.



Gambar 1. Perkembangan revolusi industri  




Gambar 2. Komponen-komponen revolusi industri 4.0  

Pembelajaran Abad 21
Abad ke-21 ditandai dengan era revolusi industry 4.0 sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan suatu paradigma baru dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm lama, maka segala usaha akan menemui kegagalan.
Dalam kontek pembelajaran abad 21, pembelajaran yang menerapkan kreativitas, berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi, kemasyarakatan dan keterampilan karakter, tetap harus dipertahankan bahwa sebagai lembaga pendidikan peserta didik tetap memerlukan kemampuan teknik. Pemanfaatan berbagai aktifitas pembelajaran yang mendukung era revolusi industry 4.0 merupakan keharusan dengan model resource sharing dengan siapapun dan dimanapun, pembelajaran kelas dan lab dengan augmented dengan bahan virtual, bersifat interaktif, menantang, serta pembelajaran yang kaya isi bukan sekedar lengkap. P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan framework pembelajaran di abad 21, seperti disajikan pada pada Tabel 1.  
Tabel 1. Peta Kompetensi Keterampilan 4C Sesuai dengan P21
Framework Keterampilan Abad 21
Kompetensi Berpikir P21
Creativity Thinking and innovation
Peserta didik dapat menghasilkan, mengembangkan, dan mengimplementasikan ide-ide mereka secara kreatif baik secara mandiri maupun berkelompok
Critical thinking and problem solving
Peserta didik dapat mengindentifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi, klaim dan data-data yang tersaji secara luas melalui pengkajian secara mendalam, serta merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Communication
Peserta didik dapat mengkomunikasikan ide-ide dan gagasan secara efektif menggunakan media lisan, tertulis, maupun kelompok.
Collaboration
Peserta didik dapat bekerja sama dalam sebuah kelompok dalam memecahkan permasalahan yang ditemukan

Agar tercapai tujuan pembelajaran abad 21 yang menerapkan kreativitas, berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi, kemasyarakatan dan keterampilan karakter perlu dilatih di sekolah dengan menggunakan berbagai model maupun metode pembelajaran yang relevan. Salah satunya adalah blended learning. Keterampilan abad 21 yang dianggap bisa memperkuat modal social (social capital) dan modal intelektual (intellectual capital), biasa disingkat dengan 4C: communication, collaboration, critical thinking and problem solving, dan creativity and innovation. Secara operasional, 4C ini dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara berpikir, termasuk berkreasi, berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar pro-aktif. Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim. Ketiga, cara hidup sebagai warga global sekaligus lokal; dan keempat, alat untuk mengembangkan ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi, jaringan digital, dan literasi seperti yang disajikan pada Gambar 3.
 Gambar 3. Pergeseran Paradigma Belajar Abad Ke-21
(https://mbscenter.or.id/site/pergeseran paradigma abad 21)

Konsep Blended Learning 
Ada beragam definisi blended learning. Bonk (2004) mengutip definisi blended learning dari beberapa sumber, yaitu (1) kombinasi modalitas pembelajaran (atau media penghantar), (2) kombinasi metode pembelajaran, dan (3) kombinasi pembelajaran tatap muka dan online. Namun, definisi ketiga yang paling banyak diterima yaitu kombinasi pembelajaran tatap muka dan online.
Littlejohn dan Pegler (2007) mendefinisikan bahwa penggunaan pembelajaran tatap muka dengan teknologi, seperti komputer, internet, dan web, sebagai blended learning. Menurut Rasmussen (2003), blended learning merupakan metode pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi yang digabungkan dengan pembelajaran tatap muka. Tujuannya adalah mencapai keseimbangan antara pembelajaran online dan pembelajaran tatap muka. Metode yang berbeda seharusnya melengkapi satu sama lain tanpa merusak metode secara keseluruhan. Misalnya, bagian teori dari materi subjek dapat dipresentasikan melalui tatap muka, sedangkan unsur-unsur visual dapat dipresentasikan melalui pembelajaran online.
Sloan Survey of Online Learning (Allen & Seaman, 2003) telah menyediakan definisi yang lebih detail, yaitu blended learning sebagai campuran dari konten materi subjek tatap muka dan online. Suatu pembelajaran dikatakan sebagai blended learning jika konten materi subjek yang diantarkan secara online antara 30% hingga 79%. Tabel 2 menyajikan proporsi konten materi subjek yang diantarkan secara online dan jenis pembelajaran yang diterapkan (Allen & Seaman, 2013).
Tabel 1. Jenis-jenis pembelajaran ditinjau dari proporsi konten materi subjek yang diantarkan secara online
Proporsi konten yang diantarkan secara online
Jenis pembelajaran
Deskripsi khusus
0%
Tatap muka/ tradisional
Pembelajaran tanpa menggunakan teknologi – konten diantarkan secara tertulis atau oral.
1% sampai 29%
Difasilitasi web
Pembelajaran menggunakan teknologi untuk memfasilitasi pembelajaran tatap muka. Penggunaan Course Management System (CMS) or web pages untuk menyampaikan silabus atau tugas-tugas
30% sampai 79%
Blended/hybrid
Pembelajaran yang merupakan campuran antara tatap muka dan online.
> 80%
Online
Konten diantarkan secara online, tidak ada pertemuan tatap muka
(Diadopsi dari Allen & Seaman, 2013)
Qasem (2016) mengungkapkan dalam penerapan blended learning atau hybrid learning memerlukan tiga jenis pengetahuan yaitu pengetahuan konten, pengetahuan pedagogi, dan pengetahuan teknologi. Pengetahuan konten adalah pengetahuan yang berkaitan dengan materi subjek, contohnya pengetahuan tentang kimia atau secara spesifik ke jenis ilmu yang dipelajari seperti kimia organik. Pengetahuan pedagogik adalah pengetahuan yang berkaitan dengan aspek didaktik pedagogik, seperti penguasaan terhadap model-model dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk menjelaskan konten materi subjek agar mudah dipahami siswa. Pengetahuan teknologi adalah pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi, seperti komputer, untuk mengantarkan konten materi subjek.
Blended learning memungkinkan guru mengupload sumber-sumber belajar elektronik (digital) yang dapat didownload oleh siswa menggunakan perangkat jenis apapun terutama smartphone berbasis android. Di pihak lain, siswa juga dapat melakukan chat, membagikan pengetahuan yang dimiliki, mengajukan pertanyaan, mengakses sumber-sumber belajar dengan lebih mudah, dan menyelesaikan tugas dan mengirim tugas-tugas secara online, cepat dan tanpa kertas. Kondisi ini mendorong keterlibatan aktif dan kinerja siswa dalam proses pembelajaran.
Model Blended Learning
Staker dan Horn (Dwiyogo, 2017) mengklasifikasikan model blended learning menjadi empat kategori, yaitu rotation model, flex model, self-blend model, enriched-virtual model. Rotation model atau model rotasi dibagi menjadi empat submodel yaitu, station rotation, lab rotation (rotasi lab), flipped classroom, dan individual rotation.

Gambar 4. Model-model blended learning
Rotation Model
Pada model rotasi, siswa berotasi dari satu tempat ke tempat lainnya yang telah ditentukan oleh guru. Ada empat submodel rotasi, yaitu station rotation, lab rotation (rotasi lab), flipped classroom, dan individual rotation.
Station rotation model
Pada model rotasi stasiun, siswa berotasi dalam sebuah jadwal yang telah ditetapkan oleh guru antara stasiun satu ke stasium lainnya. Salah satu stasiun digunakan untuk menyelenggarakan pembelajaran online atau daring. Sementara itu, stasiun lainnya dapat dalam bentuk pembelajaran kelompok kecil, projek, tutorial individu, tugas, atau ujian tertulis.
Lab rotation model
Model rotasi lab ini mirip dengan model rotasi stasiun, hanya saja perbedaannya adalah siswa diajak berotasi dalam satu area sekolah dari satu ruang ke ruang lainnya, bukan dari stasiun satu ke stasiun lain dalam satu kelas. Pada model rotasi lab ini, terdapat satu lab, yaitu lab komputer, untuk menyelenggarakan pembelajaran online atau daring.
Flipped Classroom
Pada model flipped classroom (kelas terbalik), guru mengunggah konten materi subjek secara online. Konten materi subjek yang diunggah oleh guru dapat berupa video, ebook, bahan ajar, lembar kerja, tugas-tugas, atau sumber-sumber lainnya. Siswa belajar konten materi subjek tersebut melalui pembelajaran online, baik secara sinkron maupun asinkron di rumah. Pada sesi kelas, guru dapat mengoptimalkan waktu belajar dengan mendiskusikan konten materi subjek yang telah dipelajari terlebih dahulu oleh siswa sebelumnya di rumah. Guru lebih banyak bisa memberikan bimbingan atau umpan balik kepada siswa sehingga siswa dapat memahami konten materi subjek dengan lebih baik. Model flipped classroom ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Model flipped classroom
Individual Rotation
Rotasi individu dibedakan dari rotasi stasiun atau rotasi laboratorium di mana setiap siswa memiliki jadwal sendiri. Siswa dalam rotasi stasiun berpartisipasi di setiap stasiun, namun siswa dalam rotasi individu berpartisipasi dalam stasiun yang ditargetkan pada kebutuhan spesifik siswa.
Model Flex
Model flex menekankan pada individu siswa di mana pembelajaran online digunakan untuk mengantarkan kebanyakan konten materi subjek. Model ini dirancang untuk memungkinkan siswa bekerja dengan kecepatan mereka sendiri.

Gambar 6. Model Flex

Model Self-blended 
Model self-blended melibatkan pengiriman sebagian konten materi subjek utamanya melalui online. Konten materi subjek yang diunggah melalui online ini dimaksudkan untuk melengkapi konten materi subjek yang disampaikan melalui pembelajaran tatap muka (misalnya, seminar, ceramah, dan laboratorium). Dengan kata lain, siswa mengambil pembelajaran online untuk melengkapi pembelajaran tatap muka. Model self-blended ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Model self-blended
Model enriched-virtual 
Kondisi lingkungan belajar ini mirip dengan model self-blended yang menyediakan ruang untuk seminar, kelas, dan laboratorium, dan lounge cyber untuk dapat menggunakan sumber daya online. Model enriched-virtual mengantarkan setiap bagian dari konten materi subjek secara online. Konten ini dapat dikirimkan secara asinkron. Konten asinkron ini dilengkapi dengan interaksi tatap muka yang melibatkan guru dan teman sebaya dalam seting sekolah yang lebih konvensional, siswa tidak berada di sekolah setiap hari.

Gambar 8. Model enriched virtual
Efektivitas Blended Learning dalam Pembelajaran Abad 21
Pembelajaran yang mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online, menjadikan pembelajaran menggunakan model blended learning menjadi lebih efektif. Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan model blended learning efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu penguasaan konsep dan keterampilan abad 21 di antaranya keterampilan berpikir kritis siswa menjadi meningkat karena di dalam pembelajaran dengan model blended learning secara tidak langsung melatih siswa dalam literasi digital dan literasi informasi seperti yang disajikan pada Gambar 3.
Bergman dan Sam (2014) mengungkapkan blended learning  dengan flipped classroom memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (a) siswa mendapatkan pertolongan dalam materi yang sulit, (b) interaksi antara guru dan siswa menjadi bermakna, (c) menciptakan suasana belajar yang lebih bermakna di kelas karena siswa telah mempersiapkan diri di rumah, (d) siswa dapat belajar di mana pun dan kapanpun tanpa kehilangan momen seperti pada pembelajaran tradisional dan menolong siswa ketika tidak hadir ke sekolah karena materi tersedia secara online, (e)  menolong guru ketika tidak hadir ke sekolah, pembelajaran tetap berlangsung, (f) biaya operasional lebih murah, (g) interaksi antarsiswa menjadi lebih baik, karena menciptakan suasana belajar yang lebih aktif dan kemampuan siswa dalam bekerja sama dalam kelompok menjadi lebih baik.
Pembelajaran dengan model blended learning  dapat memberikan kepuasan belajar siswa. Tselios et al. (2011) melaporkan bahwa siswa mempunyai sikap positif terhadap blended learning, aktivitas belajar siswa meningkat, persiapan belajar siswa lebih baik, meningkatkan kreativitas siswa, dan pekerjaan tanpa kertas (paperless). Model blended learning seperti flipped classroom (kelas terbalik) yang menggunakan video dan sumber belajar online lainnya dapat meningkatkan persiapan siswa sebelum mereka hadir ke kelas. Dengan cara ini, siswa telah belajar teori lebih awal dan dapat menggunakan waktu di kelas untuk mempraktikkan teori itu. Pada model ini, guru dapat mengambil peran sebagai pembimbing dan mentor dalam pembelajaran di kelas.  Terkait dengan komunikasi digital, Dzakiria et al. (2006) menyatakan bahwa interaksi antara siswa dan guru baik secara sinkron dan asinkron merupakan hak istimewa yang ditawarkan oleh blended learning.
Pembelajaran menggunakan model blended learning dapat mengembangkan keterampilan abad 21. Blended learning mendorong siswa bagaimana cara bekerja, belajar, berkolaborasi, dan berkomunikasi dalam mengerjakan tugas-tugas. Siswa juga dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Yessi (2019) melaporkan bahwa  blended learning menggunakan google classroom dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran kesetimbangan kimia. Respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan google classroom juga sangat baik. Siswa berpendapat banyak kemudahan dan keuntungan yang didapatkan, diantaranya lebih siap dalam pembelajaran karena telah belajar di kelas, kemudahan untuk mengontrol tugas yang diberikan oleh guru, kemudahan untuk mengakses materi pembelajaran, dan kemudahan untuk mengumpulkan tugas dengan cepat tanpa menggunakan kertas tanpa harus ada alasan terlambat mengumpulkan tugas.
Rahmansyah dan Irhasyuarna (2018) melaporkan penerapan model blended learning pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan berpengaruh terhadap keterampilan generik pemodelan dan hasil belajar siswa SMA Negeri 5 Banjarmasin. Keterampilan generik sains (KGS) adalah keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang dalam belajar sains, yang menjadi dasar dalam mengasah keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Lestari et al (2016) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pengembangan perangkat blended learning pada materi sistem saraf manusia dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dengan kategori tinggi N-gain ≥0,70. Ketuntasan klasikal hasil belajar 85% melebihi ketentuan sebesar 75% dan keterampilan berpikir kritis 90%. Perangkat pembelajaran berbasis blended learning dapat memfasilitasi siswa berpikir kritis karena blended learning membuat siswa berpikir secara holistik dan memunculkan pertanyaan serta jawaban kritis. Jika blended learning dipadukan dengan model pembelajaran seperti problem solving menggunakan aplikasi MOODLE dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa (Irandasari et al., 2014). Pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi seperti Learning Management Systems (LMS) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa (Ramakrisnana et al., 2012).
Keterampilan Abad 21 dapat dilatihkan melalui pembelajaran blended learning yang dipadukan dengan beberapa LMS. Di saat siswa mengakses informasi sesuai dengan tugas dan pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa belajar memanfaatkan teknologi dengan bijaksana, dalam hal ini kemampuan literasi teknologi dan literasi informasi dikembangkan. Dalam literasi informasi siswa dilatihkan dalam mengakses dan menilai informasi secara efektif dan efisien, mengevaluasi informasi tersebut apakah sesuai dengan konteks soal yang diberikan, serta dapat mengelola dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif untuk menyelesaikan masalah sehingga tercipta informasi yang berfungsi dengan baik. Siswa juga dilatih untuk bekerja secara efektif dan efisien, mengamati persamaan dan perbedaan dari suatu data yang tersaji kemudian menganalisis data.  Dalam melakukan analisis data tersebut siswa berlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi (bekerja dalam kelompok), dan komunikasi. Keterampilan tersebut yang dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi industri agar dapat menjadi winner bukan losser, yang tentunya konten materi subjek dalam pembelajaran harus relevan dengan keadaan yang dibutuhkan.

PENUTUP
Kesimpulan
Model blended learning menjadi empat kategori, yaitu rotation model, flex model, self-blend model, enriched-virtual model. Rotation model atau model rotasi dibagi menjadi empat submodel yaitu, station rotation, lab rotation (rotasi lab), flipped classroom, dan individual rotation. Pembelajaran menggunakan model blended learning sangat relevan dengan pembelajaran abad 21 karena siswa berlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi (bekerja dalam kelompok), dan komunikasi. Keterampilan tersebut yang dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi industri agar dapat menjadi winner bukan losser
DAFTAR PUSTAKA
Acton, T., Hill, S. & Scott, M. (2005). E-education – Keys to success for organisations. In 18th Bled eConference, Slovenia, June 6-8.
Allen, I. E. & Seaman, J. (2013). Changing course: Ten years of online education in the United States. Babson Park MA: Babson Survey Research Group and Quahog Research Group, LLC.
Bergmann, Jon & Sam, Aaron. (2014). The Flipped Classroom. CSE Journal Volume 17 (3).
Bonk, C. J. & Graham, C. R. (2004). Blended learning systems: Definition, current trends and future directions. Handbook of Blended Learning: Global Perspectives, Local Designs. San Fransisco, CA: Pfeiffer Publishing.
Colis, B. & Moonen, J. (2001). Flexible learning in a digital world: Experiences and expectations. London: Kogan Page.
Dwiyogo, Wasis D. (2017) Pembelajaran Berbasis Blended Learning, Depok: Rajawali Pers.
Gülbahar, Y. & Madran, R. O. (2009). Communication and collaboration, satisfaction, equity, and autonomy in blended learning environments: A case from Turkey. International Review of Research in Open and Distance Learning, 10(2), 1-22
Gunasekaran, A., McNeil, R. D. & Shaul, D. (2002). E-learning: research and applications. Industrial and Commercial Training, 34(2), 44-53.
Irandasari, Vebriana, Riezky Maya Probosari, Suciati Sudarisman. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Blended Learning-Problem Solving melalui Aplikasi Moodle untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif  Kelas XI IPA SMAN 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013. Bio-Pedagogi Jurnal Pembelajaran Biologi. Online. Diakses 20 April 2019. https://jurnal.uns.ac.id/pdg/article/view/5320.
Kemendikbud. (2013). Pergeseran  Paradigma  Belajar Abad 21. Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian  Pendidikan  dan  Kebudayaan. (Online).http://litbang.kemdikbud.go.id/site/index.php/home2-4/233-pergeseran-paradigma-belajar-abad-21. Diakses 15 Oktober 2018
Lalima, et al. (2017). Blended Learning: An Innovative Approach. Universal Journal of Educational Research 5(1): 129-136.
Lestari et,al. (2012). Pengembangan Perangkat Blended Learning Sistem Saraf Manusia untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis. Journal of Innovative Science Education, Universitas Negeri Semarang, diakses 19 April 2019 dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jise.
Littlejohn, A. & Pegler, C. (2007). Preparing for blended e-learning, London: Routledge. Diakses 20 April 2019, https://www.reseaechgate.net.
Ramakrisnana, P., Yahya, Hasrola, M.N.J., Aziz, A.A. (2012). Blended Learning: A Suitable Framework For E-Learning In Higher Education, The 3rd International Conference On E-learning ICEL2011, 23-24 November, Bandung, Indonesia, Social Behavioral Sciences, 67: 513-526.
Renner, D., Laumer, S., & Weitzel, T. (2014). Effectiveness and efficiency of blended learning - A literature review. Twentieth Americas Conference on Information Systems, Savannah.
Yessi, Miokti. (2019). Pembelajaran Berbasis Blended Learning menggunakan Google Classroom pada Materi Kesetimbangan Kimia untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas XI MIPA. Prosiding Semnas SNKP XI, UNS 13 April 2019.

0 comments:

Post a Comment